- Dekubitus
merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka
waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel [NPUAP], 1989a, 1989b).
Sebuah definisi baru telah diajukan di Konferensi Nasional NPUAP ke-4 (1995a).
Margolis (1995) menyebutkan “definisi terbaik dekubitus adalah kerusakan
struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang
berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu
biasa. Selanjutnya, gangguan ini terjadi pada individu yang berada di atas
kursi atau di atas tempat tidur , sering kali pada inkontinensia dan malnutrisi
ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami
gangguan tingkat kesadaran.” Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus
dekubitus atau luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian
tubuh yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008). Dekubitus adalah Kerusakan
lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang
terlalu lama pada area tersebut (Ratna Kalijana, 2008).
Epidemiologi Dekubitus
Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada
dalam sebuah populasi pada saat waktu tertentu (AHCPR, 1994). Angka prevalensi
bervariasi pada berbagai keadaan klien . Angka prevalensi yang dilaporkan dari
rumah sakit berada di rentang antara 3% – 11% (Allman, 1989), 11% (Meehan, 1994),
14% (Langemo dkk, 1989) dan 20% Leshem dan Skelskey, 1994). (Angka prevalensi
pada tempat perawatan pemulihan dan perawatan jangka panjang berada pada
rentang dari 3,5% Leshem dan Skelskey, 1994), 5% (Survey McKnight, 1992),
sampai 23% (Langemo dkk, 1989; Young 1989). Prevalensi dekubitus pada individu
yang dirawat di rumah tanpa supervisi atau dengan bantuan tenaga professional
tidak begitu jelas (AHCPR, 1994).
Etiologi Dekubitus
Braden dan Bergstrom (2000) mengembangkan
sebuah skema untuk menggambarkan faktor – faktor resiko untuk terjadinya luka
tekan. Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka tekan,
yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang mempengaruhi durasi
dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas,
inakitifitas, dan penurunan sensori persepsi. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi toleransi jaringan dibedakan menjadi dua yaitu faktor ekstrinsik
dan faktor intrinsik.
·
Faktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight,
Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit
yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh.
·
Faktor Ekstrinsik: Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu
sikap tertentu, Duduk yang buruk, Posisi yang tidak tepat, Perubahan posisi
yang kurang.
Di bawah ini adalah penjelasan dari masing
masing faktor diatas :
·
Mobilitas dan aktivitas. Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan
mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah
posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor yang
paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang dilakukan Suriadi
(2003) di salah satu rumah sakit di Pontianak juga menunjukan bahwa mobilitas
merupakan faktor yang signifikan untuk perkembangan luka tekan.
·
Penurunan sensori persepsi. Pasien dengan penurunan sensori persepsi
akan mengalami penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena luka tekan.
·
Kelembaban. Kelembapan yang disebabkan karena inkontinensia dapat
mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan kulit. Jaringan yang mengalami
maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan
kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat merusak
permukaan kulit.
·
Tenaga yang merobek ( shear ). Merupakan kekuatan mekanis yang
meregangkan dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang
lebih dalam yang berdekatan dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling
sering dari tenaga yang merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam
posisi semi fowler yang melebihi 30 derajad[18]. Pada posisi ini pasien bisa
merosot kebawah, sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak kebawah namun
kulitnya masih tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah,
serta kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya
menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.
·
Pergesekan ( friction). Pergesekan terjadi ketika dua permukaan
bergerak dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan
merusak permukaan epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati
·
Nutrisi. Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka
tekan[8]. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka
tekan pada orangtua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar
albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
·
Usia. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena
luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan
respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara
epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain
akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan,
dan tenaga yang merobek.
·
Tekanan arteriolar yang rendah. Tekanan arteriolar yang rendah akan
mengurangi toleransi kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan
yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi iskemia. Studi yang
dilakukan oleh Nancy Bergstrom ( 1992) menemukan bahwa tekanan sistolik dan
tekanan diastolik yang rendah berkontribusi pada perkembangan luka tekan.
·
Stress emosional. Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada
pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka
tekan.
·
Merokok. Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut
hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara merokok
dengan perkembangan terhadap luka tekan.
·
Temperatur kulit. Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan
temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan.Menurut hasil penelitian, faktor penting lainnya yang juga berpengaruh
terhadap risiko terjadinya luka tekan adalah tekanan antar muka ( interface
pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan
permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan
kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah
tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan
kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg. Menurut penelitian Sugama (2000) dan
Suriadi (2003) tekanan antarmuka yang tinggi merupakan faktor yang signifikan
untuk perkembangan luka tekan. Tekanan antar muka diukur dengan menempatkan
alat pengukur tekanan antar muka ( pressure pad evaluator) diantara area yang
tertekan dengan matras.
Patofisiologi Dekubitus
Tiga elemen yang mendasar terjadi
dekubitus yaitu :
·
Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis,1930)
·
Durasi dan besarnya tekanan (Koziak,1959)
·
Toleransi jaringan(Husain, 1953);Trumble, 1930)
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara
waktu dengan tekanan(Stotts, 1988). Semakin besar tekanan, maka semakin besar
pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi
beberapa tekanan. Tapi pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar
kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan
sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika
tekanan ini lebih besar dari 32mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang
mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis (Maklebust,1987).
Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia
reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi
iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang
berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”(Maklebust,
1995). Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek
yang terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan
juga dapat ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika
tekanan tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien
tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit
di titik tekanan mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi
yaitu hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah
ketika tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman
oksigen dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh
tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila
tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa bahwa
interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi, hal
ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
Manifestasi Klinik Dekubitus
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia,
quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan imobilisasi lama di
rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita
meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat
operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi,
konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa
sistem termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku),
kelumpuhan, bau, nyeri (Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure
Ulcer Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
·
Stadium Satu. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi.
Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau lebih
hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ), perubahan
sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan
sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
·
Stadium Dua. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau
dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh,
atau membentuk lubang yang dangkal.
·
Stadium Tiga. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi
kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak
sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam
·
Stadium Empat. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan
yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka
tekan. Menurut stadium luka tekan diatas, luka tekan berkembang dari permukaan
luar kulit ke lapisan dalam ( top-down).Namun menurut hasil penelitian saat
ini, luka tekan juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia
dan otot walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini
dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal
ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif
terhadap iskemia daripada permukaan kulit. Kejadian DTI sering disebabkan
karena immobilisasi dalam jangka waktu yang lama, misalnya karena periode
operasi yang panjang. Penyebab lainnya adalah seringnya pasien mengalami tenaga
yang merobek (shear). Jenis luka tekan ini lebih berbahaya karena berkembang
dengan cepat daripada luka tekan yang dimulai dari permukaan kulit. Kebanyakan
DTI juga lebih sulit disembuhkan walaupun sudah diberikan perawatan yang
adekuat. NPUAP dan WOCN (2005) menyimpulkan bahwa DTI masuk ke dalam kategori
luka tekan, namun stadium dari DTI masih diperdebatkan karena stadium yang
selama ini ada merepresentasikan luka tekan yang dimulai dari permukaan menuju
kedalam jaringan (top-down), sedangkan DTI dimulai dari dalam jaringan menuju
ke kulit superficial ( bottom-up).Selama ini perawat sulit untuk mengidentifikasi
adanya DTI karena kerusakan pada bagian dalam jaringan sulit untuk dilihat dari
luar. Yang selama ini sering digunakan sebagai tanda terjadinya DTI pada pasien
yaitu adanya tanda trauma yang dalam atau tanda memar pada jaringan. Pada orang
yang berkulit putih, DTI sering nampak sebagai warna keunguan atau kebiruan
pada kulit. Saat ini terdapat metode yang reliabel untuk mengenali adanya DTI,
yaitu dengan menggunakan ultrasonografi. Bila hasil ultrasonografi menunjukan
adanya daerah hypoechoic, maka ini berarti terdapat kerusakan yang parah pada
jaringan bagian dalam, meskipun tidak ada kerusakan dipermukaan kulit atau
hanya minimal.
Pemeriksaan Diagnostik
·
Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan.
·
Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
Pencegahan Penyakit Dekubitus
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang
utama karena pengobatan ulkus dekubitus membutuhkan waktu dan biaya yang besar.
Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
Umum :
·
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan
keluarganya.
·
Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
Khusus :
·
Mengurangi/menghindari tekanan luaryang berlebihan pada daerah tubuh
tertentu dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24
jam. melakukan push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian
berbagai jenis tempat tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric
bed, tilt bed, air-matras; gel flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
·
Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),
tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus.
Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain
ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk pembersihan dengan sabun lunak
dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat, urin dan feces. Bila perlu dapat
diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan emolien.
Pengobatan Penyakit Dekubitus
Pengobatan ulkus dekubitus dengan
pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan tindakan bedah dilakukan
sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan
ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain
·
Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama dengan
tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan tekanan sangat
penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang berlebihan
dan terus menerus.
·
Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%, larutan H202 3% dan
NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
·
Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses penyembuhan ulkus.
Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain : Sharp dbridement (dengan
pisau, gunting dan lain-lain); Enzymatic debridement (dengan enzim
proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik); Mechanical
debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres dan hidroterapi);
·
Menurunkan dan mengatasi infeksi. Perlu pemeriksaan kultur dan tes
resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami
sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari
dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng
sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
·
Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal
ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : a) Bahan-bahan
topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO; b)
Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah
bakteri, juga mempunyai efek proliferati epitel, menambah jaringan granulasi
dan memperbaiki keadaan vaskular; c) Radiasi infra merah, short wave diathermy,
dan pengurutan dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan
vaskularisasi; d) Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus
diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus dekubitus
·
Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium
III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit ataupun myocutaneous
flap.[ki]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar